"Pah, habiskan dulu sarapanmu. Kali ini aku boleh sampaikan sesuatu? Kita matikan televisi ya."
Pah, setiap pagi aku bangun lebih pagi untuk persiapkan sarapanmu dan merapihkan bajumu agar kamu tampil betul betul tampan dan sehat untuk bertemu & menanggung beban serta sakit banyak rakyatmu.
Pah, aku paham beban yang kamu emban. Karenanya tidak banyak keluh kesah ku yang bisa tercurah bebas padamu. Rasa sesak belum selesai, nyatanya akupun harus menjadi yang utama mendengar keluh kesah anak anak.
Karena aku ingin selalu menjaga lelahmu hanya selesai seketika kamu pulang kerja.
Sudah terlalu banyak yang kamu pikirkan, aku ingin hanya tawa dan semangat yang kita bagi bersama di meja makan.
Pah, kadang kita sedikit berdebat untuk waktu tidurmu. Aku harus paksa mata terpejam lebih cepat agar kamupun ikut tidur dengan cepat.
Suatu malam, suara batukmu membangunkanku. Entah pukul berapa, entah seberapa ngantuknya, aku terbangun dari lelap, meraba pegangan untuk menyanggah kepala yang masih kunang-kunang.
Obat dan air hangat dengan doa, untuk setiap sakitmu. Aku khawatir rakyatmu akan menunggu terlalu lama di Balai Kota, mereka butuh kamu.
Sambil mengecup, membelaimu ku titipkan doa pada Tuhan untuk terus melindungimu.
Pah, kamu habiskan waktu, tenaga dan pikiran untuk negaramu.
Kadang kamipun harus menerima kamu berbagi waktu, pikiran dengan yang lain.
Kadang kamipun harus menerima kamu berbagi waktu, pikiran dengan yang lain.
Kami paham, bahwa ini adalah pelayanan pada rakyat sekaligus pelayanan pada Tuhan.
Kami menerima dengan ikhlas.
Namun hari ini, 4 November 2016. Ketika mereka berteriak "Bunuh Ahok" , "Penjarakan Ahok" , "Ganyang Ahok"
Papah tahu?
Seorang pria yang malamnya selalu ku jaga agar tidur lebih lelap, yang paginya ku kawal untuk selalu dapatkan nutrisi terbaik sebelum pergi ke kantor.
Yang tak ku biarkan ada kondisi di rumah yang mengganggu pikirannya hingga ku coba tanggung dan atasi semua hal walau kadang buat ku kepusingan.
Apa lagi kata yang bisa menggambarkan hatiku mendengar seruan mereka. Selain doa dan doa, semua ku kembalikan pada Tuhan.
Pah, niat baik terkadang tidak selamanya di respon baik.
Bagaimana pun itu, kamu adalah pemimpin terbaik di keluarga mungil kita, kamu adalah Ayah terhebat untuk ketiga anak kita. Kamu adalah kebanggaan Ayahmu di surga dan kebanggaan Ibumu yang selalu tak putus mendoakan mu.
Bagaimana pun itu, kamu adalah pemimpin terbaik di keluarga mungil kita, kamu adalah Ayah terhebat untuk ketiga anak kita. Kamu adalah kebanggaan Ayahmu di surga dan kebanggaan Ibumu yang selalu tak putus mendoakan mu.
Pah, aku perempuan yang sama seperti perempuan lainnya, namun ku sembunyikan air mataku, ku padamkan amarahku, ku lupakan kesulitanku, ku lunturkan takutku dan memang hanya senyum beserta ketegaran yang ku tunjukkan.
Bukan hanya kamu yang berjuang, kamipun berjuang menerima keadaan untuk tidak bisa memiliki waktumu seutuhnya.
Kita akan bisa melalui ini, Papah harus lebih kuat dari suara suara yang ingin membunuhmu. Tuhan bersama kita. Amen.
0 komentar:
Posting Komentar