Dilema Kebijakan Pendidikan dan Wajah Pendidikan
Yang Berubah di Masa Pandemi Covid-19
Oleh : Asep Suriaman
Pemerhati Pendidikan, Konselor ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)
Pendidikan merupakan salah satu sektor sentral yang
merasakan dampak atas wabah ini. Hingga saat ini tercatat 156 Negara di dunia
yang tengah mengubah kebijakan pendidikan yang semula menggunakan sistem
belajar tatap muka berubah menjadi sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ).
Indonesia pun tentunya melaksanakan hal yang sama dengan negara lain yakni
mengubah pola belajar siswa dari pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan
tinggi dengan menggunakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dengan mempersiapkan
kurikulum darurat di masa pandemic ini.
Menyikapi hal tersebut, akhirnya
pemerintah RI telah mengeluarkan surat edaran terkait dengan pelaksanaan
pembelajaran jarak jauh. Melalui surat edaran Menteri Pendidikan Nasional Nomor
4 Tahun 2020 tentang Kebijakan Pendidikan dalam masa darurat Covid-19
pelaksanaan pembelajaran menyesuaikan dengan kebijakan ini yang berisi 4 hal
yakni (1) pembelajaran mandiri ditujukan untuk memberikan pengalaman belajar
yang bermakna tanpa dibebani untuk menuntaskan capaian kurikulum untuk kenaikan
kelas maupun kelulusan; (2) para pelajar mesti dibekali dengan kecakapan hidup
tentang pandemi Covid-19; (3) guru memberikan tugas secara bervariasi dengan
mempertimbangkan perbedaan kemampuan setiap individu, dan fasilitas belajar;
dan (4) pemberian umpan balik (feedback) terhadap kinerja
siswa mesti secara kualitatif.
Namun demikian, untuk
mengimplementasikan kebijakan ini tak semudah membalikkan telapak tangan.
Banyak hal yang menyebabkan konsep PJJ menjadi tidak maksimal dilaksanakan. Hal
tersebut mulai dari kurangnya fasilitas teknologi yang dimiliki oleh para
pendidik, peserta didik, dan wali murid. Kurangnya kesadaran masyarakat akan
konsep pendidikan, kurangnya kemahiran penggunaan IT para pendidik, belum
siapnya tenaga pendidik untuk memberikan sistem evaluasi yang diberikan kepada
siswa, dan ada beberapa daerah tertentu yang tidak membolehkan warganya untuk
menggunakan listrik dan IT, belum lagi faktor ekonomi yang menghimpit sebagian
besar masyarakat akibat terdampak wabah ini.
Dengan adanya permasalahan yang
telah terpapar di atas, maka realitanya pendidikan di Indonesia menjadi kacau
balau. Hampir sebagian guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah akhirnya
hanya memberikan tumpukan tugas untuk mengerjakan soal dari buku paket dan LKS,
dan membuat ringkasan materi tanpa ada penjelasan terlebih dahulu kepada siswa.
Sistem evaluasinya pun tidak jelas, ada yang berkirim foto. video untuk
memberikan tugas, ada pula yang tanpa dievaluasi sama sekali oleh gurunya.
Hal inilah yang menyebabkan siswa
menjadi terbebani, merasa bosan, dan akhirnya banyak siswa yang tidak ikut
melaksanakan PJJ. Orang tua muridpun menjadi terbebani saat harus mendampingi
putra putrinya melaksankan tugas PJJ karena terlalu padat. Para pendidik banyak
yang melupakan 4 kebijakan dasar PJJ karena ingin menerobos jalan praktis.
Ironis sekali memang saat menjaga keselamatan
jiwa menjadi hal utama maka akan ada hal lain yang dikorbankan. Sejatinya
pendidikan mencakup 3 hal yakni mengintegrasikan kognitif, afektif, dan
psikomotor. Memberikan tugas kognitif saja tidak cukup, karena siswa butuh
sosialisasi, butuh bermain, dan butuh bahagia. Meskipun dalam masa pandemic ini
sulit untuk direalisasikan. Namun setidaknya janganlah terlalu membebani siswa
dengan tumpukan tugas yang tidak mendapatkan feedback.
Yang dibutuhkan oleh siswa selama masa pandemic selain kognitif
adalah value atau nilai-nilai kehidupan dan keterampilan untuk
menghilangkan kejenuhan. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk
melaksanakan 4 konsep kebijakan PJJ yang pada pengimplementasiannya tidak
membebankan siswa adalah dengan melaksanakan program team teaching. Misalnya
guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris bisa berkolaborasi dengan guru biologi
dan kimia agar siswa membuat satu project berupa pembuatan
tape/tempe/penyemaian kecamba/pembuatan telur asin. Melalui satu kali penugasan
ini maka siswa akan bisa membuat tugas bahasa Indonesai dan bahasa Inggris
untuk materi teks prosedur dan melaksanakan tugas biologi dan kimia untuk
sistem fermentasi dan lain-lain.
Begitu juga dengan mata pelajaran lain, misalnya tugas bahasa
Indonesia terintegrasi dalam mata pelajaran PKN, sejarah dan agama untuk
membuat artikel popular, membuat poster dan lain-lain. Jadi selain siswa
mendapatkan kognitif, siswa juga mendapatkan pengalaman afektif dan psikomotor
dalam satu tugas. Pengumpulan tugasnya pun bisa memanfaatkan media sosial atau
alat teknologi lainnya yang bisa memberikan pengalaman kepada siswa untuk ikut
perpartisipasi dalam geliat Revolusi industri 4.0
Dengan demikian sebagai kaum
akademis dengan adanya masa pandemic ini harus merivew kembali
cara-cara kehidupan dengan mengubah paradigma belajar jarak dekat menjadi
belajar jarak jauh dengan konsep variasi belajar yang tidak membosankan. Karena
dengan menggunakan konsep PJJ dan pemanfaatan digital teknologi di kalangan
anak muda Indonesia adalah siswa bisa belajar di rumah dengan independen, bisa
mengatasi keterbatasan pembelajaran di kelas, dan meningkatkan prastic skills. Oleh karena itu, pendidik dan
peserta didik harus kreatif dan tanggap digital karena digital technology saat ini menjadi kebutuhan
primer.
0 komentar:
Posting Komentar