KONDISI kesehatan
reproduksi remaja di Indonesia saat ini belum mencapai tingkat yang ideal,
khususnya terkait dengan aspek kehamilan dan kelahiran.
Selama kurun waktu 2002-2015 tingkat
keterpaparan remaja terhadap informasi kesehatan reproduksi cenderung tidak
meningkat. Bahkan lebih dari 50% mengaku tidak pernah mendapatkan informasi
terkait isu kehamilan dan kelahiran.
Untuk menurunkan angka
kehamilan dan kelahiran pada remaja usia 10-19 tahun yang jumlahnya mencapai
48,5 juta di Indonesia, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) bekerja sama dengan Johns Hopkins Center for Communication Program
(JHUCCP) menyelenggarakan Temu Nasional Remaja Indonesia, di Yogyakarta 21-24
Maret 2017.
Pada pertemuan selama empat hari itu hadir
70 remaja berusia di bawah 20 tahun yang mewakili 25 provinsi di Indonesia.
Mereka mengusung tema dan tagline "Gerakan Remaja untuk Menurunkan Angka
Kehamilan dan Kelahiran: Suara remaja aksi bersama".
Mewakili para rekannya,
Wulandari dari Aliansi Independen Remaja NTB dan Shopara Mukti Wijayanto
menyampaikan mimpi kaum remaja Indonesia agar ada pendidikan tentang reproduksi
remaja, dan layanan ramah remaja. Hal itu penting supaya para remaja tahu
menjaga diri/tubuh mereka.
“Di daerah saya banyak ditemukan anak punya
anak,” ujar Wulandari di Yogyakarta, Selasa (21/3) malam.
“Di Yogya juga banyak ditemukan anak
melahirkan, tetapi tidak tahu siapa ayah bayinya. Ini harus dihentikan. Dan
Indonesia harus punya layanan ramah remaja,” ujar Shopara melanjutkan.
(Surya Chandra Surapaty/kepala BKKBN Pusat)
Kepala BKKBN Surya Chandra
Surapaty mengatakan, pihaknya memberi perhatian besar terhadap remaja khususnya
dalam hal kesehatan reproduksi sejak 2000 dengan pendekatan langsung kepada
remaja dan orang tua yang memiliki remaja.
“Namun, pemerintah Indonesa hanya
memberikan pelayanan kontrasepsi bagi pasangan usia subur. Di luar itu tidak
menjadi tanggung jawab pemerintah,” katanya saat membuka pertemuan tersebut,
Selasa (21/3) malam.
Lebih lanjut, Surya
menjelaskan, data survei rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2016
menunjukkan, angka kelahiran pada remaja (age specific fertility rate/ASFR)
usia 15-19 tahun adalah 36 (skala 1-100). Angka tersebut turun dibanding tahun
sebelumnya masih 49.
Lebih lanjut, Surya
menjelaskan, data survei rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) 2016
menunjukkan, angka kelahiran pada remaja (age specific fertility rate/ASFR)
usia 15-19 tahun adalah 36 (skala 1-100). Angka tersebut turun dibanding tahun
sebelumnya masih 49.
Selain itu, tambahnya, indeks pengetahuan
kesehatan reproduksi remaja pada 2015 juga 49 dan angkanya tidak berbeda jauh
di 2016. Sementara usia perkawinan pertama perempuan berdasarkan survei 2016
itu adalah 20 tahun.
Pada kesempatan tersebut
turut hadir perwakilan dari sejumlah lebaga dunia, yakni united nations for
population fund (UNFPA), united nations internasional children’s fund (Unicef)
dan Rutgers
“BKKBN menyadari sepenuhnya
tidak dapat bekerja sendiri. Dalam pembinaan ketahanan remaja, sebab itu kami
sangat mengapresiasi dan berterima kasih kepada JHCCP, UNPFA, Unicef dan
Rutgers yang telah ikut serta dalam menangani permasalahan remaja serta
memprakarsai temu nasional ini,” tambah Surya.
Perwakilan JHCCP Indonesia
Fitri Putjuk berharap pertemuan nasional tersebut menghasilkan rekomendasi dan
program strategis untuk meningkatkan keterpaparan dan akses remaja terhadap
informasi, konseling dan layanan kesehatan reproduksi.
“Dalam hal ini kami hanya fasilitator. Yang
penting bagaimana membawa sebanyak mungkin remaja Indonesia untuk mendapat
informasi kesehatan reproduksi untuk menurunkan angka kehamilan dan kelahiran
remaja,” ujar Fitri.
Sementara Annette Sachs
Robertson dari UNFPA mengajak para remaja untuk tahu seberapa pentingnya mereka
bagi Indonesia, dan bagaimana menjadi remaja bertanggung jawab yang berdaya dan
mengetahui hak-hak mereka.
sumber: mediaIndonesia.com
0 komentar:
Posting Komentar