Dilema Kebijakan Pendidikan dan Wajah Pendidikan Yang Berubah di Masa Pandemi Covid-19

 

Dilema Kebijakan Pendidikan  dan Wajah Pendidikan Yang Berubah di Masa Pandemi  Covid-19

Oleh : Asep Suriaman

Pemerhati Pendidikan, Konselor ABK (Anak Berkebutuhan Khusus)

 


Sudah hampir 8 bulan lebih, dunia tengah digegerkan oleh mahluk mungil yang secara kasat mata tak nampak namun penyebarannya sangat masif. Para pakar medis menyebutnya dengan istilah covid-19 dan hingga saat ini, covid-19 tersebut telah memberikan dampak yang sangat signifikan di segala sendi lini kehidupan dunia. Hampir seluruh sektor terdampak dengan kondisi ini, mulai dari geliat ekonomi, sosial, budaya, dan yang paling utama adalah dunia pendidikan.

Pendidikan merupakan salah satu sektor sentral yang merasakan dampak atas wabah ini. Hingga saat ini tercatat 156 Negara di dunia yang tengah mengubah kebijakan pendidikan yang semula menggunakan sistem belajar tatap muka berubah menjadi sistem pembelajaran jarak jauh (PJJ). Indonesia pun tentunya melaksanakan hal yang sama dengan negara lain yakni mengubah pola belajar siswa dari pendidikan dasar, menengah, hingga pendidikan tinggi dengan menggunakan pembelajaran jarak jauh (PJJ), dengan mempersiapkan kurikulum darurat di masa pandemic ini.

Menyikapi hal tersebut, akhirnya pemerintah RI telah mengeluarkan surat edaran terkait dengan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh. Melalui surat edaran Menteri Pendidikan Nasional Nomor 4 Tahun 2020 tentang Kebijakan Pendidikan dalam masa darurat Covid-19 pelaksanaan pembelajaran menyesuaikan dengan kebijakan ini yang berisi 4 hal yakni (1) pembelajaran mandiri ditujukan untuk memberikan pengalaman belajar yang bermakna tanpa dibebani untuk menuntaskan capaian kurikulum untuk kenaikan kelas maupun kelulusan; (2) para pelajar mesti dibekali dengan kecakapan hidup tentang pandemi Covid-19; (3) guru memberikan tugas secara bervariasi dengan mempertimbangkan perbedaan kemampuan setiap individu, dan fasilitas belajar; dan (4) pemberian umpan balik (feedback) terhadap kinerja siswa mesti secara kualitatif.

Namun demikian, untuk mengimplementasikan kebijakan ini tak semudah membalikkan telapak tangan. Banyak hal yang menyebabkan konsep PJJ menjadi tidak maksimal dilaksanakan. Hal tersebut mulai dari kurangnya fasilitas teknologi yang dimiliki oleh para pendidik, peserta didik, dan wali murid. Kurangnya kesadaran masyarakat akan konsep pendidikan, kurangnya kemahiran penggunaan IT para pendidik, belum siapnya tenaga pendidik untuk memberikan sistem evaluasi yang diberikan kepada siswa, dan ada beberapa daerah tertentu yang tidak membolehkan warganya untuk menggunakan listrik dan IT, belum lagi faktor ekonomi yang menghimpit sebagian besar masyarakat akibat terdampak wabah ini.

Dengan adanya permasalahan yang telah terpapar di atas, maka realitanya pendidikan di Indonesia menjadi kacau balau. Hampir sebagian guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah akhirnya hanya memberikan tumpukan tugas untuk mengerjakan soal dari buku paket dan LKS, dan membuat ringkasan materi tanpa ada penjelasan terlebih dahulu kepada siswa. Sistem evaluasinya pun tidak jelas, ada yang berkirim foto. video untuk memberikan tugas, ada pula yang tanpa dievaluasi sama sekali oleh gurunya.

Hal inilah yang menyebabkan siswa menjadi terbebani, merasa bosan, dan akhirnya banyak siswa yang tidak ikut melaksanakan PJJ. Orang tua muridpun menjadi terbebani saat harus mendampingi putra putrinya melaksankan tugas PJJ karena terlalu padat. Para pendidik banyak yang melupakan 4 kebijakan dasar PJJ karena ingin menerobos jalan praktis.

Ironis sekali memang saat menjaga keselamatan jiwa menjadi hal utama maka akan ada hal lain yang dikorbankan. Sejatinya pendidikan mencakup 3 hal yakni mengintegrasikan kognitif, afektif, dan psikomotor. Memberikan tugas kognitif saja tidak cukup, karena siswa butuh sosialisasi, butuh bermain, dan butuh bahagia. Meskipun dalam masa pandemic ini sulit untuk direalisasikan. Namun setidaknya janganlah terlalu membebani siswa dengan tumpukan tugas yang tidak mendapatkan feedback.

Yang dibutuhkan oleh siswa selama masa pandemic selain kognitif adalah value atau nilai-nilai kehidupan dan keterampilan untuk menghilangkan kejenuhan. Salah satu langkah yang dapat ditempuh untuk melaksanakan 4 konsep kebijakan PJJ yang pada pengimplementasiannya tidak membebankan siswa adalah dengan melaksanakan program team teaching. Misalnya guru bahasa Indonesia dan bahasa Inggris bisa berkolaborasi dengan guru biologi dan kimia agar siswa membuat satu project berupa pembuatan tape/tempe/penyemaian kecamba/pembuatan telur asin. Melalui satu kali penugasan ini maka siswa akan bisa membuat tugas bahasa Indonesai dan bahasa Inggris untuk materi teks prosedur dan melaksanakan tugas biologi dan kimia untuk sistem fermentasi dan lain-lain.

Begitu juga dengan mata pelajaran lain, misalnya tugas bahasa Indonesia terintegrasi dalam mata pelajaran PKN, sejarah dan agama untuk membuat artikel popular, membuat poster dan lain-lain. Jadi selain siswa mendapatkan kognitif, siswa juga mendapatkan pengalaman afektif dan psikomotor dalam satu tugas. Pengumpulan tugasnya pun bisa memanfaatkan media sosial atau alat teknologi lainnya yang bisa memberikan pengalaman kepada siswa untuk ikut perpartisipasi dalam geliat Revolusi industri 4.0

Dengan demikian sebagai kaum akademis dengan adanya masa pandemic ini harus merivew kembali cara-cara kehidupan dengan mengubah paradigma belajar jarak dekat menjadi belajar jarak jauh dengan konsep variasi belajar yang tidak membosankan. Karena dengan menggunakan konsep PJJ dan pemanfaatan digital teknologi di kalangan anak muda Indonesia adalah siswa bisa belajar di rumah dengan independen, bisa mengatasi keterbatasan pembelajaran di kelas, dan meningkatkan prastic skills. Oleh karena itu, pendidik dan peserta didik harus kreatif dan tanggap digital karena digital technology saat ini menjadi kebutuhan primer.

Dunia pendidikan di Indonesia menghadapi tantangan besar. Kini, proses belajar mengajar di saat pandemi telah berubah. Pengelola sekolah, guru, anak didik hingga orang tua murid mesti beradaptasi dengan pola baru tersebut. Oleh karena itu pendidikan di masa pandemi covid-19, pentingnya peranan orangtua dan lingkungan sekitar peserta didik.

Semoga pandemic covid-19 ini segera berakhir

 

 

 

Share on Google Plus

Tentang Asep Progresif

Saya, Asep Progresif lahir di Malang, 26 juni 1989 dengan nama Asep S, memiliki 3 orang putra-putri yang manis bernama Muhammad Haidar Musyaffa’ Khairullah, Muhammad Zamzamy Zainul Muttaqin, Mumtazah Nur Alisha Safaluna serta Istri yang juga seorang sahabat bernama Romlah. Hubungi saya, HP/WA : 0811 377 2007
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar