AGAMA JANGAN DIPOLITISASI JADI KOMODITAS

Presiden Ir. H. Joko Widodo menegaskan agar agama jangan dipolitisasi jadi sebuah komoditas. Menurut presiden, agama dan politik harus beriringan dalam konteks yang benar. Pernyataan presiden ini disampaikan saat berkunjung ke di Pondok Pesantren Kholifatulloh Singo Ludiro, kecamatan Mojolasan, kabupaten Sukoharjo.
Tidak dapat dipungkiri lagi, ketika politisasi agama begitu sangat kental dalam pilkada DKI Jakarta, baik di putaran pertama yang lalu ataupun putaran kedua besok 19 April 2017. Secara obyektif, politisasi agama ini dilakukan oleh semua pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Ironisnya, politisasi agama tidak hanya terjadi di putaran pertama, namun terus berlanjut di putara kedua. Faktanya politisasi agama telah membuat sistem demokrasi dalam pemilihan pemimpin menjadi tidak sehat. Dalam pilkada Jakarta misalnya, tuduhan kafir, tuduhan syiah, bahkan tuduhan penista agama terhadap salah satu pasangan calon, menjadi pembahasan publik secara terbuka, bahkan peresmian masjid raya KH. Hasyim Asyari pun di kaitkan dengan politisasi,mereka beranggapan sebagai masjid Dhirar sebagaimana di jelaskan dalam Al-Qur’an Surat Attaubah ayat 107. Kondisi semakin runyam, ketika informasi yang disebarkan tersebut tidak diserta data dan fakta. Disisi lain, literasi media yang lemah dari masyarakat, membuat tidak sedikit masyarakat kita yang terprovokasi. Banyak pihak menilai, munculnya aksi 411 ataupun 212, 313, gerakan sholat subuh berjamaah merupakan bagian dari politisasi agama. Namun, dipihak lain ada juga yang berpendapat, bahwa aksi tersebut murni aksi bela Islam, yang berjuang menegakkan Islam. Meski ditemukan fakta, ada pihak-pihak yang mencoba menunggangi dan memanfaatkan aksi tersebut, seperti pelaku terorisme, politisi, bahkan pihak-pihak yang ingin melakukan makar. Dan ironisnya, upaya makar tersebut diduga juga terjadi dalam aksi 313 yang baru saja digelar kemarin. Polisi menangkap beberapa koodinator aksi, yang diduga akan melakukan makar. Fakta diatas menjawab kekhawatiran sejumlah pihak, termasuk presiden Jokowi. Ketika politisasi agama digunakan, segalanya menjadi pembenaran. Akibatnya, nilai-nilai agama yang seharusnya suci dan bebas kepentingan, menjadi tereduksi oleh kepentingan-kepentingan politik. Atas nama agama, seseorang bisa mencap orang lain kafir. Atas nama agama desakan untuk menurunkan pemimpin dianggap benar. Padahal, Indonesia merupakan negara hukum, dimana semua orang harus menghormati proses hukum. Pertanyaan sederhana yang sering muncul adalah, kenapa agama sampai harus dipolitisasi? Bukankah agama menjadi penuntun, agar umatnya mendapatkan keberkahan Tuhan? Jika agama dijadikan ‘alat’ untuk mendapatkan kekuasaan dengan mempengaruhi masyarakat seiman, tentu hal ini tidak bisa dibenarkan. Hal ini tidak jauh berbeda, ketika kelompok radikal dan teroris mereduksi agama untuk mendapatkan simpati dari publik. Mereka selalu memaknai serangan teror bom sebagai bagian dari jihad. Teroris yang meninggal dianggap mati syahid. Berbeda agama atau pandangan dianggap kafir. Label yang salah itu, terus bermunculan di dunia nyata ataupun dunia maya. Dampak dari semua itu adalah, ujaran kebencian terus mewabah ke semua elemen masyarakat. Dari anak-anak, remaja, hingga kalangan dewasa. Pemilihan kepala daerah merupakan ajang untuk menjaring pemimpin yang tepat. Karena itu, jangan gunakan ajang penjaringan pemimpin yang tepat ini, dikotori dengan politisasi agama, yang berpotensi memecah belah keberagaman negeri ini. Meski penduduk muslim di Indonesia mayoritas, Islam tidak pernah mengajarkan kebencian kepada agama yang lain. Islam juga tidak pernah mengajarkan kekerasan kepada umat yang lain. Islam yang ‘rahmatan lil alamin’ justru merangkul semua pihak. Keberagaman tidak pernah dimaknai sebagai sumber perbedaan, namun keberagaman justru dimaknai sebagai anugerah yang diberikan Tuhan kepada umat manusia. Karena itulah, jangan politisasi agama untuk kepentingan politik.

Share on Google Plus

Tentang Asep Progresif

Saya, Asep Progresif lahir di Malang, 26 juni 1989 dengan nama Asep S, memiliki 3 orang putra-putri yang manis bernama Muhammad Haidar Musyaffa’ Khairullah, Muhammad Zamzamy Zainul Muttaqin, Mumtazah Nur Alisha Safaluna serta Istri yang juga seorang sahabat bernama Romlah. Hubungi saya, HP/WA : 0811 377 2007
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar:

Posting Komentar